Saturday, 1 March 2014

Makna dan Filosofis Perayaan Hari Raya Saraswati

Makna Perayaan Hari Raya Saraswati

Dewi Saraswati
Perayaan Hari Raya Saraswati sekarang ini tidak hanya dilaksanakan umat Hindu di Bali saja tetapi diseluruh Nusantara. Di Bali, perayaan Saraswati dikenal juga dengan sebutan Piodalan Sanghyang Aji Saraswati, datangnya setiap enam bulan sekali, tepatnya pada Sabtu Umanis, Wuku Watugunung. Perayaan Saraswati begitu semarak terlebih di sekolah-sekolah dan instansi pemerintahan. Banyak kegiatan seni dan ketrampilan bernafaskan Hindu yang dilaksanakan serangkaian pelaksanaan perayaan Saraswati baik yang sifatnya memeriahkan maupun sengaja diperlombakan antar kelas dalam satu sekolah sehingga perayaan Saraswati terasa begitu istimewa di kalangan pelaku pendidikan. Dari kemeriahan tersebut belum begitu banyak yang memahami apa makna dan inti perayaan hari suci ini.
Bila umat ditanya makna perayaan hari raya Saraswati? Jawabnya sudah barang pasti adalah “perayaan turunnya ilmu pengetahuan” benarkah demikian….? Tidakkah kita latah / ikut-ikutan (agama lain) karena kita tengah menderita syndrome minoritas…? (Ada umat tertentu merayakan Hari Turunnya kitab suci agamanya terus kita ikut-ikutan merayakan hari raya seperti mereka).

SIAPAKAH DEWI SARASWATI?

Kata “Saraswati: berasal dari bahasa sansekerta : ‘Sara’ berarti: “Dia yang memberi essensi/arti”, ‘Swa’ berarti: ‘diri sendiri’,dan ‘Thi, berarti: ‘dia yang mengetahui’. “Sarasvati” juga berarti “yang mengalir”, di dalam Rig Weda beliau digambarkan sebagai sebuah sungai yang senantiasa mengalir, beliau memberi kesuburan setiap kandungan wanita dan juga kesuciaan bagi semua pemujanya. Ragunath Airi menyatakan bahwa dipujanya Saraswati sebagai Dewi Sungai tidak lepas dari keinginan untuk mendapatkan kemakmuran, kesejahteraan hidup, oleh karena itu sungai Saraswati kemudian sangat disucikan sebagaimana sungai Gangga dan Jamuna. Oleh karena itu di India terdapat tiga sungai suci, yaitu: Gangga, Yamuna, dan Saraswati, yang selalu di puja dan dihormati.
Posisinya sebagai Dewi kata-kata baru ditemui dalam kitab-kitab Brahmana. Ramayana, dan Mahabharata. Belakangan Saraswati dikenal sebagai Sakti Dewa Brahma. Nama lain dari Dewi Sarasvati adalah Bharati, Brahmi, Putkari, Sarada, Wagiswari (John Dowson,1979:285; Davane,1968). Dengan demikian Saraswati sejatinya telah muncul sejak jaman Weda, seiring perkembangannya Saraswati memiliki banyak gelar yang merupakan pengejawantahan dari salah satu ayat dalam kitab suci yaitu : Ekam satwiprah bahuda wadanti, yang artinya hanya satu Tuhan tetapi para orang arif bijaksana menyebut-NYA dengan banyak nama.
Saraswati dipuja sebagai dewi kata-kata dikaitkan dangan cerita kitab Itihasa yaitu Ramayana yang menceritakan pada saat Rahwana bertapa bersama Kumbhakarna para Dewa sangat khawatir terhadap permintaan Kumbhakarna untuk mendapatkan tahta Indra, kemudian para Dewa meminta pertolongan kepada Dewi Saraswati untuk tinggal di Bungkahing lidah Kumbhakarna agar Kumbhakarna tidak meminta sesuatu yang bukan haknya. Akhirnya Kumbhakarna salah dalam pengucapan Tahta Indra menjadi Tatanindra yang artinya tempat tidur sehingga Kumbhakarna dikenal sebagai penidur.
Di Bali Dewi Saraswati disebut juga Wagiswari Dhatridewi, lambang-NYA yang lebih dikenal berupa aksara ( dalam hal ini Aksara Bali ) Aksara Bali disamping merupakan lambang bunyi, juga terdapat aksara suci yang mengandung nilai magis, seperti aksara modre, loka natha, yang dipakai dalam aji kadyatmikan dan sebagainya.
Dalam lontar Siwagama ada disebutkan bahwa sesungguhya carik dan bisah adalah asal dan kembalinya semua aksara (“jatunya carik lawan wisah, sangkan paraning sastra kabeh”). Carik dan bisah kalau disandingkan pada aksara suara “A”, maka akan terbentuk aksara rwa bhineda Ang dan Ah, yaitu lambang purusa dan pradana, pati urip. Carik sama dengan cecek yang mempunyai makna konotatif aksara atau tulisan (penyarikan=juru tulis, sing nawang cecek=tidak mengetahui tulisan atau hurup). Rupanya cecek yang mempunyai makna tulisan ini kemudian diasosiasikan ke dalam cecek binatang ( binatang cecak ) yang kebetulan kepercayaan kepada cecak (totemisme) yang sudah ada sebelum agama Hindu datang ke Bali. Dalam hubungan ini kita juga mengenal angsa (Aksara) dengan angsa binatang. Yang disebut aksara angsa adalah ulu sandi ” ^ “ yang tidak dibunyikan sebelum disandingkan pada aksara lain (I.B Kade Sindu). Yang jelas bahwa yang dianggap sebagai Lingga atau pralingga dari Dewi Saraswati adalah lontar, pustaka suci, kitab suci dan buku keagamaan dan tuntunan hidup lainnya.
Saraswati dikenal sebagai Dewi Ilmu pengetahuan karena sebuah kisah dalam purana yang menyebutkan ketika Saraswati turun kedunia, beliau memiliki saudara yang bernama Saraswat. Saraswata sangatlah bodoh banyak Guru yang tidak mau mengajarinya. Saraswati merasa kasihan kepada saudaranya itu kemudian Saraswati mengajarkan kepada Saraswata intisari dari ke empat Weda yang sangat luas kepada Saraswata hanya dalam waktu 4 hari. Bahkan Narada pun dibuat bingung akan luasnya intisari Weda yang di ajarkan oleh Saraswati oleh karena itulah Dewi Saraswati Disebut sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan.
Memuja Saraswati berarti memuja dan menjunjung tinggi nilai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Ilmu pengetahuan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengusir ketidaktahuan (awidya). Awidya adalah sumber kesengsaraan. Dalam kitab sarasamuccaya disebutkan sebagai berikut:
Sang kinahaning kaprajnan ngaranya, tan alara yan panemu dukha, tan angirang yang panemu sukha tatan kataman krodha, mwang takut, prihati, langgeng mahening juga tutur nira, apan majnana, muniwi ngaraning majnana. ( sarasamuccaya.505 ).
Artinya:
Yang disebut orang yang memiliki kaprajnan (kebajikan), tidak bersedih hati jika mengalami kesusahan, tidak girang hati jika mendapatkan kesenangan, tidak kerasukan nafsu marah dan rasa takut serta kemurungan, melainkan selalu tetap tenang juga pikirannya dan tutur katanya, karena berilmu, budi mulia pula disebut orang yang arif dan bijaksana.
Kaprajnan adalah yang memberi cara pandang dan sikap mental yang berpegang teguh pada kebenaran, sehingga tidak terombang ambing oleh perasaan duka, suka, benci, amarah, dan lain-lain. Kaprajnan dapat diperoleh dengan cara belajar dan berlatih terus menerus tanpa mengenal henti, karena ilmu pengetahuan dan kebajikan itu tidak ada batasnya.
Dari uraian diatas sesungguhnya perayaan Saraswati bukan perayaan turunnya Pustaka Suci Weda. Perayaan Saraswati adalah perayaan untuk melakukan pemujaan kepada Dewi Saraswati dalam manifestasinya sebagai Dewi Sungai yang memberi kemakmuran, kesejahteraan hidup (di India) dan Dewi Ilmu Pengetahuan dalam Lingga atau pralingga Beliau (Dewi Saraswati) berupa Lontar, Pustaka Suci, Kitab Suci dan buku keagamaan dan tuntunan hidup lainnya (di Bali) dengan harapan umat dianugrahi ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan untuk mengusir ketidaktahuan (awidya) yang merupakan sumber kesengsaraan. Kita tidak perlu latah memaknai Hari Saraswati sebagai hari turunnya Pustaka Suci Weda.
Sumber: Dpkperadahjembrana


No comments:

Post a Comment