Fungsi Canang Sari
Pelaksanaan upacara di Bali tidak bisa dilepaskan dari sarana upakara yang digunakan dalam fungsinya sebagai persembahan kehadapan Tuhan yang maha Esa. Salah satunya adalah Canang Sari yang merupakan banten atau upakara yang paling sederhana yang bisa kita persembahkan kehadapan-NYA.
Bentuk banten Canang Sari ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawahnya bisa berbentuk bulat ataupun segi empat seperti ceper atau taledan. Sering pula diberi hiasan trikona atau plekir pada pinggirnya. Pada bagian bawahnya ini terdapat pelawa, porosan, tebu kekiping (sejenis jajan dari tepung beras), pisang emas/yang sejenis dan beras kuning yang dialasi dengan tangkih. Kemudian bagian atasnya diisi dengan dengan bermacam-macam bunga warna warni seperti bunga pecah seribu, bunga mitir, bunga pacar serta ditambahkan kembang rampe (daun pandan yang diiris kecil-kecil). Hiasan bunga tersebut juga sering dialasi dengan sebuah “uras sari/sampian uras”.
Bentuk uras sari ini kadang-kadang dibuat sangat indah bahkan bisa dibuat bersusun. Disamping komponen yang telah disebutkan di atas, pada Canang Sari hendaknya dilengkapi sesari berupa uang uang kertas, uang logam maupun uang kepeng yang jumlahnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi seseorang. Adapun perlengkapan seperti tebu, kekiping dan pisang emas disebut “raka-raka”, walaupun dalam hal ini jumlah serta jenisnya sangat terbatas. Raka-raka melambangkan Hyang Widyadhara-widyadari. Pisang emas melambangkan Dewa Mahadewa, secara umum semua piang melambangkan Hyang Kumara, sedangkan tebu melambangkan Dewa Brahma. Canang Sari dapat digunakan sebagai persembahan tersendiri ada upacara-upacara piodalan disuatu pura, atau dipakai untuk melengkapi persembahan lainnya baik berupa materi maupun berupa sesajen, sudah tentu bisa pula dipergunakan pada hari-hari tertentu seperti Keliwon, Purnama, Tilem atau melengkapi upacara-upacara persembahyangan disuatu tempat suci.
No comments:
Post a Comment