Pengertian Arthasastra / Arthaśāstra
Rsi Kautilya |
Adapun jenis Upaveda yang paling penting adalah yang tergolong Arthaśāstra. Arthaśāstra adalah ilmu tentang politik atau ilmu tentang pemerintahan. Dasardasarajaran Arthaśāstra terdapat dihampir semua bagian kitab sastra dan Veda. Di dalam Rgveda maupun Yajurveda terdapat pula pokok-pokok pemikiran mengenai Arthaśāstra. Penjelasan lebih lengkap dapat ditemukan dalam kitab Itihāsa dan Purāna. Kitab Mahābhārata dan Rāmāyana boleh dikatakan memuat pokok-pokok ajaranArthaśāstra dengan nama Rājadharma. Mulai pada abad ke VI SM., bentuk naskah Arthaśāstra mulai memperlihatkan bentuknya yang lemgkap dan sempurna setelahDharmaśāstra meletakkan pokok-pokok pikiran mengenai Arthaśāstra itu.
Pada abadke IV SM., Kautilya menulis bukunya yang pertama dengan nama Arthaśāstra. Kitab Arthaśāstra inilah yang dianggap paling sempurna sehingga dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa Kautilya atau Canakya atau Viṣṇugupta dapat kita anggap sebagai Bapak Ilmu politik Hindu. Relevansi isi Arthaśāstra yang masih relevan dengan alam pikiran politik modern di Barat, terdapat di dalam ungkapan kitab Arthaśāstra itu. Karena itu untuk mendalami ilmu politik Hindu dianjurkan agar disamping membaca Itihāsa dan Purāna, supaya membaca Dharmaśāstra dan Arthaśāstra karya Canakya itu. Dari berbagai tulisan, dapat disimpulkan bahwa istilah Arthaśāstra adalah bukan satu-satunya istilah yang dikenal dalam kitab sastra Veda. Mengenai penulis di bidang Arthaśāstra pun banyak pula. Nama-nama yang banyak disebut antara lain: Manu, Yajñavalkya, Usaṇa, Bṛhaspati, Visalaksa, Bharadvāja, Parasara dan yang terakhir dan paling banyak disebut-sebut adalah Kautilya sendiri.
Dalam Arthaśāstra terdapat empat aliran pokok. Perbedaan tampak dari system penerapan ilmu politik berdasarkan ilmu yang diterima sebagai sistem untuk mencapai tujuan hidup Manusia (Purusārtha). Bhagavad Sūkra yang menulis Arthaśāstra dengan nama Śukrānitiśāstra. Buku ini berisikan ajaran-ajaran teori ilmu politik yang ditulis dalam ± 2200 sair. Disamping itu Kamāṇdaka juga telah menulis Nitiśāstra yang semuanya memberi pandangan yang luas tentang ilmu politik.
Kitab ini ditulis oleh Kautilya saat mana keadaan politik di negeri India kacau, para pejabat atau bangsawan sibuk berpesta pora, negara tidak terurus, korupsi.
merajalela di sana-sini, yang menjadi korban adalah rakyat, rakyat dibebani berbagai
macam pajak dan iuran atau pungutan yang tidak perlu. Terlebih lagi India saat itu
mengalami ancaman ekspedisi militer dari Kaisar Alexander Yang Agung raja Yunani. Sebagai seorang yang terpelajar, cerdas dan perduli dengan keadaan rakyat Kautilya
memberikan kritik pada kekuasaan saat itu, namun penguasa saat itu menghinanya.
Hal ini tidak menyurutkan semangat dari Kautilya untuk memperjuangkan hak-hak
rakyat. Dia bertekad membangun kekuatan rakyat untuk meruntuhkan kekuasaan
yang korup.
Langkah awal yang diambilnya adalah membangun kesadaran rakyat terhadap
negara, ini dilakukannya dengan berkeliling ke seluruh wilayah India. Setelah
kesadaran rakyat terhadap negara terbangun maka beliau mengajarkan tentang
kekuasaan, merebut kekuasaan, mempertahankan kekuasaan dan memfungsikan
kekuasaan sebagai istrumen kesejahteraan sosial. Kautilya mengajarkan bagaimana
menjatuhkan para penguasa yang korup dengan memanfaatkan Indria (nafsu), yaitu
dengan membiarkan mereka terjebak dalam kubangan nafsu, sebaliknya kekuatan
rakyat digalang dengan melakukan pengendalian Indria (nafsu) seperti yang diajarkan
dalam Kitab suci Veda.
Chanakya bersama rakyat berhasil menjatuhkan penguasa dengan menjebak
para penguasa pada kubangan nafsu (Indria) mereka. Beliau menobatkan muridnya
Chandragupta menjadi Raja kerajaan saat itu. Seorang pemuda dari rakyat jelata,
golongan sudra. Sejak itu kerajaan dikuasai oleh rakyat dan pemimpin yang mau
melayani rakyat. Kerajaan ini kemudian berkembang pesat sehingga mampu
menguasai sebagian besar India selatan. Kerajaan ini kemudian dikenal dengan nama
Kerajaan Asoka. Kerajaan ini merupakan pusat perkembangan kebudayaan yang
berbasiskan rasionalitas yang dirintis sejak Upaniṣad dan Buddha sekitar tahun 600
SM. Raja Asoka generasi dari Chandragupta, menghapuskan deskriminasi sosial dan
mengumumkan penghapusan segala tindak kekerasan untuk mencapai tujuan apapun
dalam wilayah kekuasaanya.
No comments:
Post a Comment