Mpu Kuturan
Mpu Kuturan adalah seorang penasehat raja di Jawa yang setelah pensiun menjadi Senopati dan penasehat raja-raja di Bali. Di sela-sela waktu sebagai petinggi Beliau bersemedhi di Silayukti. Di antara penjelasan tersebut saya bertanya kepada Pinisepuh, tadi sebelum tangkil ke Perhyangan Mpu Kuturan kami tangkil ke pura Perhyangan Mpu Bradah. Saya bertanya siapa Mpu Bradah dan kenapa Beliau juga mempunyai Pura Perhyangan di Silayukti ini?
Mpu Bradah adalah salah satu saudara dari Mpu Kuturan yang menggantikan sebagai penasehat raja di Jawa setelah Mpu Kuturan pensiun. Mpu Kuturan mempunyai istri bernama Ratna Manggali yang mempelajari ilmu yang disebut Tantrayana yang jalannya adalah aliran kiri. Ratna Manggali kemudian dikenal juga dengan Calon Arang atau Walu Nateng Dirah atau Rondo Nateng Dirah. Rondo Nateng Dirah kalau sedang merapalkan ilmunya dan mereh mejadi bentuk lain disebut Calon Arang yang berwujud sangat seram dan menakutkan. Kalau di Bali seperti Rangda. Dan sebenarnya kata rangda ini berasal dari kata rondo bahasa Jawa atau artinya adalah janda. Dalam perkembangannya menjadi rongdo dan terdengar sebagai ‘rangda’ di Bali yang kemudian kata rangda ini seolah mewakili sesuatu yang menyeramkan. Akhirnya sosok Rondo Nateng Dirah atau Rangda Calon Arang ini mengganggu kerajaan dengan menyebarkan sakit grubug di wilayah kerajaan Airlangga.Semua punggawa dan kesatria kerajaan tidak ada yang bisa menandingi ilmu Rangda Calon Arang. Termasuk Mpu Bradah. Tetapi kemudian, Mpu Bradah mempunyai anak yang bernama Mpu Bahula yang dikawinkan dengan anak dari Calon Arang yang bernama Diah Ratna Manggali. Kemudian Mpu Bahula berhasil mencuri kitab Tantrayana yang kemudian diserahkan kepada ayahandanya Mpu Bradah dan serta merta mempelajarinya hingga pada suatu waktu bisa mengalahkan kesaktian Rangda Calon Arang. Mpu Bradah akhirnya mendapat gelar Inan Liak Lembah Tulis. Liak berarti: Linggih Ulian Aksara dan kemudian dikenal dengan kata Leak di Bali.
Singkat cerita, Mpu Bradah yang sakti mandraguna berkunjung ke Bali. Ia ingin menguji kesaktian Mpu Kuturan kakaknya. Pertempuran adu kesaktian berjalan berhari-hari akan tetapi tak kunjung ada yang kalah sampai akhirnya Mpu Bradah memutuskan untuk berhenti dan kembali ke Jawa. Mpu Bradah dalam perjalanan pulang ke Jawa, setelah lewat di lautan luas selalu dihadang ombak yang sangat besar dan akhirnya selalu kembali terdampar ke pesisir Silayukti. Beliau menyerah dan akhirnya mengakui bahwa kakaknya Mpu Kuturan lebih sakti darinya. Juga memutuskan untuk menemani kakaknya di Silayukti. Beliau berdua akhirnya Moksha di Silayukti dan masing-masing telah mempunyai Pura Perhyangan.
Silsilah Mpu Kuturan
Ida Bhatara Lingsir Hyang Pasupati menurunkan Sang Hyang Putranjaya, Sang Hyang Dewi Dhanu dan Sang Hyang Genijaya. Sang Hyang Genijaya (melinggih di Pura Lempuyang Luhur) menurunkan Panca Dewata, yaitu:- Mpu Gnijaya
- Mpu Semeru
- Mpu Ghana
- Mpu Kuturan
- Mpu Bradah
Horisontal – Budha - Perdhana
Mpu Kuturan, meringkas sekte pemujaan menjadi Trimurti: Brahma, Wisnu dan Ciwa yang akhirnya dalam desa pekraman menciptakan 3 soroh pura:- Pura Desa : Sthana Ida Bhatara Brahma
- Pura Puseh: Sthana Ida Bhatara Wisnu
- Pura Dalem: Sthana Ida Bhatara Ciwa
Ida Bhatara Brahma
Menitis ke Hyang Genijaya yang bersthana di Pura Lempuyang Luhur, Beliau dianggap yang menguasai hal-hal spiritual beserta sub-subnya termasuk usadha (balian).Ida Bhatara Wisnu
Menitis ke Ida Bhatara Dewi Dhanu, Beliau Bersthana di Pura Batur, Ulun Danu. Beliau dianggap yang menguasai hal-hal kesuburan, kesejahteraan, kekayaan dan welas asih.
Beliau menitis ke Hyang Putranjaya, menurut penuturan Pinisepuh, Beliau belum bersthana di mana-mana tetapi sementara ini Beliau melinggih di Gunung Agung dan beliau juga dianggap yang berkuasa atas ha-hal2 kepemerintahan.Ida Bhatara Ciwa
Sekte-sekte yang dimaksud:
- Bairawa: Bhatara Durga yg di Tuhan kan
- Ganaphati: Bhatara Ganesha di Tuhan kan
- Ciwa: Bhatara Ciwa di Tuhan kan
- Waisnawa: Bhatara Wisnu di Tuhan kan
- Budha Mahayana: sekte yang dianut Mpu Kuturan
Vertikal – Ciwa – Purusha
Mpu Kuturan juga melahirkan konsep pemujaan ke atas yang di wujudkan dengan Tri Purusha yaitu: Ciwa, Sadaciwa dan Paramaciwa
Ciwa
Disimbolkan dengan keberadaan gunung karena merupakan Sthana Dewata tertinggi di alam Bali dan gunung tersebut adalah gunung Agung yang disimbolkan sebagai Ciwa di mana pura Kahyangan Jagat Besakih didirikan sebagai pusat Leluhur Nusantara sekarang ini.
Sadaciwa
Perpaduan konsep horisontal (mendatar) dan vertikal (atas bawah) kalau digabungkan adalah Tapak dara, Purusha Pradhana, Rwabhineda yang disebut dengan Ardhanareswari yaitu Bapak dan Ibu atau Ciwa (bapak) dan Budha (ibu), Padamasana adalah Ciwa dan Rong Tiga adalah Budha, menjadi satu disebut Hyang Tunggal dan segala sebutan Beliau Hyang Widhi Wasa.
Karya Spiritual Mpu Kuturan
Sungguh kemampuan yang sangat luar biasa yang dimiliki oleh Beliau Mpu Kuturan. Peninggalannya tentang konsep pemujaan Ciwa Budha adalah karya spiritual yang sungguh hebat karena menyatukan kerumitan silsilah Dewata menjadi konsep sederhana yang sangat mudah untuk dipahami dan lestari sampai sekarang.Berikut adalah karya spiritual Mpu Kuturan:
- Konsep Ciwa Budha adalah yang terbesar seperti dijelaskan di atas karena menjadi acuan pemujaan seluruh umat Hindu Dharma di Nusantara.
- Konsep Desa Dalem Puseh sebagai lanjutan penerapan konsep Ciwa Budha.
- Konsep Catur Loka yaitu konsep mendirikan pura pemujaan pada masing-masing maksud yang terdiri dari: a). Pura Kawitan b). Pura Dhang Kahyangan c). Pura Sad Kahyangan atau Perhyangan Jagat d). Kahyanan Jagat.
- Bentuk pelinggih seperti meru dan lain-lainnya adalah hasil dari penciptaan Beliau. Namun Padmasana disempurnakan lagi bentuknya oleh Dhang Hyang Niratha salah satu dari keturunan Beliau juga.
Pura-pura Karya Mpu Kuturan
- Pura Besakih bersama dengan Rsi Markandhea
- Pura Silayukti di Padangbai, Karangasem adalah tempat Beliau bersemedhi dan Moksha.
- Pura Batu Pageh, Desa Ungasan, Badung adalah pura yang disebut sebagai pagar Niskala alam Bali diatur dari pura ini.
- Pura Samuan Tiga, adalah pura bersejarah waktu mempersatukan sekte-sekte di Bali.
- Pura Sakenan, di Serangan
- Pura Watu Klotok, di Klungkung
- Pura Uluwatu, di Ungasan
- Pura Menjangan, di Buleleng barat
- Pura Ponjok Batu, di Buleleng timur
- Pura Pejeng di Pejeng Gianyar
No comments:
Post a Comment