Saturday, 15 February 2014

Filsafat Nyaya

TUHAN (ISVARA) DAN APAVARGA

A.  Tuhan (Isvara)

Karena  Nyaya meyakini kebenaran Veda, maka penganut Nyaya (Naiyayika) percaya akan adanya Tuhan dan Tuhan disamakan dengan Siva. Acuan terhadap adanya konsepsi  Tuhan dapat dilihat di dalam Nyaya Sutra. Nyaya-Vaisesika memberikan penjelasan yang rinci  mengenai Tuhan dan hubungannya dengan pembebasan (apavarga). Menurut pemikir  sistem ini  jiwatman dapat  mencapai pengetahuan sejati tentang realitas dan mempunyai pengetahuan  ini pembebasan  dapat dicapai hanya melalui anugerah Tuhan. Tanpa anugerah Tuhan tidak hanya pengetahuan  sejati kategori tidak juga tujuan tertinggi dapat dicapai oleh individu.
Bagaimanakah konsepsi Tuhan di dalam Nyaya Darsana? Menurut Nyaya, Tuhan adalah penyebab  tertinggi penciptaan, pemeliharaan dan peleburan dunia. Ia tidak menciptakan dunia dari ketiadaan tetapi  dari atom-atom eternal; ruang, waktu, ether, pikiran (manas) dan jiwa-jiwa. Penciptaan  dunia berarti  penataan entitas-entitas eternal yang  koeksis  dengan Tuhan menjadi dunia motral, dimana roh-roh individu  menikmati dan menderita  menurut merit perbuatan  baik dan perbuatan buruk, dan semua  benda fisik melayani  sebagai  sarana tujuan moral dan spiritual  kehidupan  kita, Tuhan  dengan demikian adalah pencipta dunia dan bukan penyebab materialnya. Ia juga  sebagai pemelihara dunia sepanjang dunia dijaga dalam  eksistensi oleh keinginan Tuhan. Ia juga sebagai pelebur yang  mengijinkan  kekuatan  destruksi  beroperasi ketika tatanan dunia moral menghendakinya. Kemudian Tuhan satu tak terbatas dan eternal,  karena dunia ruang dan waktu,  pikiran dan jiwa-jiwa tidak membatasinya, tetapi  ia dihubungkan  dengan Dia. Sebagai tubuh dan roh yang  bersemayam di dalamnya, Ia maha kuasa, walaupun  Ia dipandu di dalam  aktivitas perbuatan buruk. Ia maha  tahu sepanjang  ia mempunyai  pengetahuan  benar tentang semua benda  dan persitiwa. Ia mempunyai kesadaran eternal sebagai kekuatan  kognisi langsung  dan teguh semua  objek. Kesadaran eternal hanyalah atribut Tuhan yang tidak dapat dipisahkan,  bukan esensinya seperti dianut  oleh Vedanta. Ia memiliki  enam kesempurnaan (Sadisvarya) dan  magis, maha agung, megah,  indah  tak terbatas, mempunyai pengetahuan tak terbatas dan kebebasan sempurna dari kemelekatan.
Tuhan sebagai  penyebab efisien dunia, demikian juga Tuhan  merupakan  penyebab  direktif tindakan-tindakan  semua makhluk hidup, tidak ada makhluk  hidup di dunia ini yang bebas dari kerja, ia secara relatif bebas, yaitu  tindakan-tindakannya dilakukan  oleh dia dibawah direksi  dan arahan Tuhan. Seperti halnya  dengan seorang ayah yang arif dan pemurah  mengarahkan anak-anaknya mengerjakan suatu aktivitas,  menurut hadiah-hadiah, kapasitas  dan pencapaiannya sebelumnya; jadi demikian  juga Tuhan  mengarahkan  semua makhluk hidup melakukan tindakan-tindakan. Sementara  manusia adalah  penyebab instrumental efisien (Prayojaka karta). Jadi  Tuhan adalah  pengatur moral  dunia beserta  semua makhluk  hidup, sementara buah-buah perbuatan dan yang tertinggi dari kenikmatan dan penderitaan kita.

Bukti Eksistensi Tuhan

Bagaimana caranya membuktikan  keberadaan  Tuhan?  Nyaya  memberikan  penjelasan yang  mendalam di dalam upaya  membuktikan keberadaan Tuhan. Teori dan pembuktian Tuhan sistem ini sudah mencakup semua argumen di dalam filsafat Barat.  Udayana di dalam bukunya  Kusumanjali  memberikan bukti-bukti Tuhan sebagai berikut:
1.    Karya. Dunia merupakan sebuah efek dan oleh karena itu ia  harus mempunyai penyebab  efisien. Agen intelegen ini adalah  Tuhan, tatanan desain, koordinasi antara fenomena-fenomena  berbeda muncul  dari Tuhan (Karyat), ini merupakan  argumen  kosmologis.
2.    Ayojana. Atom-atom karena secara esensial tidak aktif, tidak dapat membentuk  kombinasi-kombinasi berbeda kecuali Tuhan  memberikan gerakan  kepada mereka, kekuatannya yang tidak nampak (adrsta) membutuhkan  intelegensi  Tuhan. Tanpa Tuhan  ia tidak dapat  memasok gerakan  kepada atom-atom  (ayojanat).
3.    Dhrstya. Dunia diberlanjutkan  melalui keinginan Tuhan. Adrsta  yang tidak intelejen tidak dapat melakukan  hal ini, dunia dihancurkan  oleh keinginan Tuhan (adhrtyadeh).
4.    Padat. Sebuah kata mempunyai suatu makna dan mensignifikansikan  suatu objek.
5.    Pratyayata. Tuhan adalah  pencipta Veda yang bebas dari kesalahan (pratyayata).
6.    Shruteh. Veda mentestimonikan  eksistensi  Tuhan (Shruteh).
7.    Vakya. Kalimat-kalimat Veda berhubungan  dengan ajaran-ajaran  moral dan larangan-larangan yang harus dihindari. Perintah Veda merupakan   perintah Tuhan. Tuhan  merupakan pencipta dan penyebar hukum-hukum moral (Vakyat)
8.    Sankhya Vishesa. Menurut  sistem  filsafat Nyaya waisesika perpaduan  dua atom tidak  disebabkan oleh perpaduan tak terbatas dari masing atom,  tetapi melalui  jumlah kedua atom. Nomor satu secara  langsung diketahui, tetapi nomor-nomor lain penciptaan-penciptaan konseptual. Konsepsi  numerik dihubungkan  dengan pikiran orang yang  mengetahui. Pada saat penciptaan, jiwa-jiwa tidak sadar, atom-atom  dan kekuatan  tak nampak (adrsta) dan ruang, waktu, pikiran, semuanya tidak sadar. Oleh karena  itu konsep  numerik  bergantung kepada kesadaran  Tuhan. Jadi Tuhan  harus eksis (Sankhyawishesa).
9.    Adrsta. Kita memetik buah-buah tindakan-tindakan kita. Perbuatan  baik dan perbuatan buruk muncul dari tindakan-tindakan  kita dan simpanan perbuatan baik dan buruk disebut adrsta.
Tetapi semua bukti pada akhirnya sia-sia. Nalar (reason) seperti diperlihatkan  oleh Kant ketika mengkritik argumen Descartes bagi eksistensi Tuhan, mengarah  kepada  antinomi yang tidak terpecahkan. Vedanti seperti Sankara, Ramanuja, Madhwa, Nimbarka, Vallabha menolak  argumen Nyaya dan jatuh  kedalam Sruti saja bagi eksitensi  Tuhan. Kant di Barat dan Vedantin  di India dipaksa untuk menghancurkan  nalar (reason). Dengan demikian  Nyaya penganut Astika menopang Veda dari aspek penalaran (reasoning).

B.  Apavarga (Pembebasan)

Sistem darsana, termasuk  Nyaya bertujuan untuk mendapatkan  pembebasan (apavarga). Nyaya memberi kita pengetahuan  tentang  realitas  untuk  merealisasikan tujuan tertinggi,  summum bonum. Masing-masing  sistem memberikan  uraian keadaan jiwa. Bagi  Nyayayika ia merupakan keadaan  negasi, total dan absolut  dari semua  penderitaan. Keadaan ini berimflikasi bahwa ia merupakan sebuah keadaan  dimana jiwa dibebaskan dari semua ikatan hubungannya dengan tubuh dan indra-indra. Sepanjang jiwa berhubungan dengan tubuh,  mustahil  bagi jiwa mencapai  keadaan bebas dari penderitaan. Tubuh dengan  indranya  mustahil bisa menghindari  kontak dengan  objek-objek  yang menyenangkan maupun yang menyebabkan  penderitaan, oleh karena  penderitaan tidak  bisa dilepaskan. Dari sini dilihat  bahwa pembebasan,  jiwa harus  dibebaskan dari ikatan tubuh dan indra-indra. Tetapi ketika  mencapai  apawarga, jiwa  berhenti mengalami tidak hanya kenikmatan tetapi juga penderitaan, tidak lagi mengalami hal-hal apapun. Sehingga  di dalam  keadaan apawarga,  jiwatman eksis sebagai  sebuah substan  bebas dari  semua hubungan dengan  tubuh, tidak ada penderitaan, tidak juga ada penikmatan, kebahagiaan dan bahkan tidak juga mempunyi kesadaran.
Pembebasan  (Apavarga) merupakan  negasi penderitaan, tidak dalam artian pengekangan  untuk waktu yang  lebih lama atau pendek. Keadaan ini merupakan pembebasan absolut  dari penderitaan selama-lamanya. Di dalam kitab  suci keadaan  ini dijelaskan sebagai  bebas dari  rasa ketakutan (abhyam) bebas dari  kehancuran dan perubahan (ajaran) bebas dari  kematian (amrtyupadama) dan sebagainya. Dengan demikian dalam  keadaan pembebasan  (apavarga) jiwa kembali pada hakekatnya sejati sebagai  substan  yang tidak berkesadaran  bebas dari  penikmatan karena penikmatan apapun  mempresuposisi kemelekatan.

Apawarga dicapai melalui pengetahuan  benar tentang  jiwatman dan objek-objek pengalaman  lain (Tattwajnana). Ia harus  tahu  jiwatman sebagai  berbeda dari  tubuh, pikiran, indra-indra, dan sebagainya. Untuk  bisa melakukan realisasi jiwatman  pertama-tama  kita  harus  mendengarkan ajaran kitab suci mengenai  jiwatman (srawana). Kemudian ia harus dengan kita membangun  pengetahuan jiwatman melalui sarana  penalaran (manana). Akhirnya, ia  harus bermeditasi pada jiwatman sesuai dengan prinsip-prinsip yoga (nidhidhyasana). Hal ini membantu  dia merealisasikan hakikat sejati jiwatman yang berbeda dari tubuh dan objek-objek  lainnya. Dengan realisasi ini pengetahuan yang salah (nithya jnana) bahwa  aku adalah tubuh dan pikiran dihancurkan dan ia berhenti digerakkan untuk bertindak (prawrti) oleh keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan, ia berhenti  dipengaruhi oleh efek-efek tindakannya  sekarang,  dilakukan dengan dilandasi oleh  keikhlasan, tidak ada dorongan  untuk mendapatkan hasil-hasilnya. Karena  masa lalunya dihancurkan dengan menghasilkan efek-efeknya, individu tidak lagi mengalami kelahiran di dunia ini (janma). Penghilangan  kelahiran  berarti akhir  hubungannya dengan tubuh dan  konskuensinya,  yaitu penderitaan (duhkha); dan inilah  pembebasan (apawarga). Dengan demikian apawarga hanya mungkin dicapai ketika jiwatman tidak lagi bersemayam di dalam tubuh; atau dengan kata lain ketika seseorang telah meninggal dunia.

No comments:

Post a Comment