Dosa Tidak dapat Ditebus dengan Sivaratri
Dalam ajaran beberapa agama, meyakini dosa dapat ditebus, melalui upacara penebusan dosa atau mengucapkan kalimat tertentu maka dosa penganutnya akan tertebus atau dengan kata lain, dosa-dosanya akan hilang dan terhapus. Bagaimana dengan ajaran agama Hindu?
Apakah dosa seseorang dapat ditebus?
Apakah dosa seseorang dapat ditebus?
Dengan pendekatan konsep Karmaphala, dosa itu tidak bias ditebus atau dihapus begitu saja oleh seseorang. Karena hukum karmaphala bersifat absolutism, apapun perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, maka dia akan memperoleh hasil dari perbuatannya.
Hal ini dapat dilihat dari cerita Mahabharata, yaitu pada Swargarohanika Parwa, yang menjelaskan bahwa Yudistira saudara tertua dari Panca Pandawa yang terkenal dengan kepribadiannya yang arif, bijaksana, jujur dan adil. Di dalam kehidupannya dia hanya sekali berbuat dosa, yaitu dengan berbohong pada saat berlangsungnya Bharatayudha. Ketika perang berlangsung, dikisahkan Aswatama gugur. Aswatama adalah putra guru Drona, mendengar bahwa Aswatama gugur maka Drona ingin mengecek kebenaran berita itu. Untuk mengecek kebenaran itu, Drona hanya mempercayai Yudisthira. Yudisthira ditanya apakah benar Aswatama mati? Maka saat itu Yudhistira menjawab “benar” tapi dalam hatinya mengatakan “gajah” maksudnya adalah kenyataan yang benar bahwa Aswatama adalah nama dari seekor gajah yang sengaja dibunuh oleh Bima, untuk memperdayai Drona, yang terkenal susah untuk ditaklukkan dalam perang jika dia berkonsentrasi dengan baik. Untuk membuyarkan konsentrasinya, maka dikabarkan bahwa putra kesayangan yang kebetulan bernama Aswatama (sama dengan nama gajah yang dibunuh Bima) mati. Dengan demikian Drona dengan sangat mudah dibunuh dalam peperangan. Akibat karmanya itu, Yudhistira masuk ke neraka meskipun hanya sampai pergelangan kakinya saja.
Cerita tersebut di atas, memberikan gambaran bahwa sekecil apapun perbuatan kita, cepat atau lambat pasti akan berpahala. Hal ini juga ditegaskan dalam Kitab Sarassamuscaya, “ Yadiapi ri angen-angen maphala juga ika”. Yaitu meskipun masih di dalam angan-angan/hati juga berpahala.
Demikian juga jika kita mengambil cerita Lubdhaka sebagai gambaran pelaksanaan Sivaratri, yang mana setelah Lubdhaka mati, diceritakan bahwa rohnya dijemput oleh para Yamabala untuk dibawa ke dalam kawah Tambra Gohmuka. Setelah itu dating pasukan Ganabala dari Sivaloka untuk menjemput roh Lubdhaka. Terjadi perdebatan yang hebat dan pada akhirnya Bhatara Yama dapat memahami setelah Dewa Siva menjelaskan keutamaan pelaksanaan Sivaratri yang pernah dilakukan oleh Lubdhaka. Cerita ini menggambarkan bahwa dosa yang pernah dibuat oleh Lubdhaka tetap memperoleh pahala dengan di bawa ke neraka oleh pasukan Kingkarabala, meskipun tidak lama karena segera dibawa ke Sorga oleh pasukan Gana.
Dapat disimpulkan bahwa segala dosa yang diperbuat dalam kehidupanya karena diimbangi oleh pahala Sivaratri yang demikian besarnya sehingga dosa-dosanya tidak dirasakan, bukan hilang. Dosa itu ibarat setetes tinta dalam gelas. Perbuatan baik ibarat air putih yang bersih, semakin banyak air putih yang dituangkan dalam gelas tadi, noda tintanya akan semakin tidak kelihatan, namun bukan berarti setetes tinta itu menjadi hilang atau tidak ada.
No comments:
Post a Comment